07. TULISAN
Selasa, 27 Maret 2012 by Novia arsita in

KRISIS NASIONALISME

 

   Konsep nationstate tidak mungkin hancur dalam tempo yang lama. Yang perlu dijaga adalah agara nationstate dengan ideologi nasinalismenya jangan dijadikan berhala. Untuk indonesia secara teoretik"KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB"adalah payung nasionalisme bangsa ini. Jadi ideal sekali, sekalupun dalam kenyataan menempuh jalan yang berbeda. Namun, para pemimpin negeri ini belum paham makna tersebut indonesia mestinya secara kultural lebih kokoh karena bangsa lahir sebelum negara, tetapi tidak demikian yang terjadi, saya melihat kelemahan terbesar terletak pada pemimpin. Sejak proklamasi kita telah pempunyai pemimpin-pemimpin hebat, tetapi tidak efektif merekaa gagal membangun bangsa ini secara brencana. Fritof Capra sebenarnya ingin mengawinkan antara filsafat barat dan kearifan timur. Barat dilihatnya dengan mengalami krisis secara spiritual, oleh sebab itu kearifan timur harus disuntik kedalam peradaban barat yang semakin sekuler. Capra banyak diilhami oleh karya A.J TOYNBEE, AS Study of history, dengan formula "tantangan dan jawaban" yang terkenal itu. Capra cukup optimis bahwa barat pada akhirnya akan semakin menyadari borok peradabannya yang harus disembuhkan dengan kesediaan belajar kepada peradaban lain yang tidak kurang agungnya.
   Moderenisasi masyarakat indonesia masih sangat superfisial dan kurang substansial. Disisi lain ini menjadi"Blassing Indisduese" karena masih banyak potensi masyarakat yang menyatu dengan alam. Persoalannya, bagaimana potensi ini bisa dikembangkan para digma baru, yang akan membawa indonesia sebagai pusat baru dunia bersama negara-negara afrika.
   Bangsa indonesia masih bisa bertahan sampai hari ini terutama karena kedermawanan alam, sekalipun lautan kemiskinan masih terbentang luas. Celakanya adalah kenyataan bahwa bumi yang dermawan itu menjumpai manusia-manusia yang sering lupa daratan, lupa laut. Orang yang baik masih kita jumpai, tetapi tidak berada dalam posisi untuk bertindak efektif.Kekuatan orang-orang baik inilah yang harus digalang untuk tujuan besar; menyelamatkan masa depan bangsa ini. Daya tahan dan filter kultural harus diperkuat. Globalisasi harus disikapi dengan kemampuan mengelolanya. Jika tidak, globalisasi akan menelan kita tanpa rasa iba. Kualitas sebuah bangsalah yang akan menentukan berhasil atau gagalnya jika berhadap dengan ilmu dan teknologi.
   Tuntunan demokratisasi telah menjadi kesepakatan global.Kejadian berantai kerontakan negara-negara otoriter di timur tengah seharusnya menjadi peringatan bagi kita. Demokrasi bukan semata bebas bicara, namun demokrasi dalam arti pemerataan kekayaan secara substansial justru tidak terjadi di negara kaya raya ini ibaratkan keadaan api dalam sekam.
Penyakit indonesia yang kronis adalah penyakit mental yang menyebabkan hati, nurani, dan akal sehat. Maka prioritas utama ialah menyembuhkan penyakit ini secepat mungkin. Akan tetapi, bangsa ini harus punya bangsa yang sama, lebih-lebih tentang penyakit ini. Dimulai dari adanya kesediaan untuk melihat secara jujur tentang penyakit yang diidap bangsa ini, kemudian segera dicairkan obatnya. Perlu amputasi mental secara besar-besaran.
   Adalah sangat memalukan secara moral kemanusiaan apabila kita masih berupaya mencari  keadilan dalam pembangunan ekonomi. Memalukan karena dalam proses pembangunan ekonomi pada suatu lingkungan masyarakat dan elit kekuasaan yang berbudaya tinggi, keadilan merupakan dimensi utama. Dalam pengertian ini, proses pembangunan ekonomi yang tidak berdimensi keadilan harus kita kategorikan sebagai anti pembangunan, sebagai sesuatu tidak beradap. Mereka yang tidak mengacu kepada keadilan dalm membangun ekonomi sebuah bangsa adalah pengkhianat konstitusi dalam makna huruf dan substansinya. Artinya, melangar pancasila.
   Bangsa kita sedang mengahadapi kegelisahan nasional yang menyangkut jati diri bangsa. Krisis demi krisis semakin menghilangka kesdaran kita untuk mengembangkan hakikat nasionalisme dalam kancah pergaulan internasonal yang semakin asimetris atau timapang. Perlu orientasi baru dari nasionalisme. Jika dulu yang dilawan adalah kekuatan asing yang menindas, sekarang uung tombak pelawanan itu harus ditunjukkan kepada siapa saja yang menindas, tidak terkecuali elit bangsa sendiri. Jika orientasi tidak disadari, maka yang akan berlaku penindasan oleh "London Ireng". Yang perlu dihalau jauh-jauh dari bangsa ini adalah slavish mentality. Jika kita berhasil membuangnya, menagpa kita tidak ragu bahwa kiat bisa jadi pemenang dalam globalisasi.

   SUMBER : Adhie M.Massardi, Bambang Soesatyo, Mayjen(Purn.) Saurip Kadi, dkk


Posting Komentar